Review Film Tentang Cinta Kasih - Sang Kiai

 


Kali ini Kita akan Mereview Film Tentang Cinta dan Kasih, Film yang saya review kali ini bejudul Sang Kiai. Mengapa saya menggambil film ini,karena film ini mengajarkan banyak ilmu terutama tentang kecintaan murid terhadap gurunya,Kecintaan guru terhadap murid kasih sayang guru terhadap muridnya,kecintaan dan rela berkorban terhadap bangsa dan negaranya.

Berlatar belakang tahun 1942, di Jawa Timur, ketika pasukan Jepang baru masuk ke Indonesia, berembel-embel propaganda “saudara tua Bangsa Asia”, kemudian menendang Belanda. Sehabis itu kita tahu, Jepang hanya ingin merampas tongkat estafet dari Belanda untuk menjajah bangsa kita. Kala itu banyak Kiai-Kiai yang ditangkapi, karena melakukan perlawanan terhadap Jepang, salah-satunya ialah menentang kewajiban untuk membungkuk hormat kepada Kaisar Jepang sebagai keturunan Dewa Matahari atau dikenal dengan sebutan Seikerei, karena hal itu tidaklah sesuai dengan ajaran Islam. Pertentangan itu juga terjadi di Pesantren Tebuireng, pimpinan KH Hasyim Asy’ari, yang menolak keras untuk mengikuti segala aturan yang jelas-jelas bertentangan dengan keyakinannya. Walau sempat mencoba melawan dan melindungi Kiai mereka, para santri akhirnya harus rela melihat guru mereka dibawa Jepang, KH Hasyim Asy’ari pun tidak ingin terjadi pertumpahan darah di pondok pesantrennya. Segala cara dilakukan untuk bisa membebaskan Kiai, oleh putra-putranya, KH Wahid Hasyim, Karim Hasyim dan Yusuf Hasyim, lewat jalan baik-baik diplomasi dan juga cara lebih kasar. Hasilnya nihil, KH Hasyim Asy’ari tetap ditawan dan justru dipindahkan ke penjara lain.

Banyak yang akan diceritakan dari film “Sang Kiai”, tidak saja ketika sang pendiri Nahdlatul Ulama tersebut harus terkurung di penjara demi keyakinannya, tapi ketika KH Hasyim Asy’ari nantinya bebas dan membantu perjuangan Indonesia lewat pemikiran-pemikiran serta ajaran-ajarannya. Berjuang demi kepentingan umat melalui jalan diplomasi, ketika nanti juga KH Hasyim Asy’ari masuk dalam organisasi bentukan Jepang, sekaligus menjadi ketuanya. Dari segi produksi, apa yang sudah ditampikan “Sang Kiai” bolehlah dikatakan epik, dari awal penonton sudah diajak merasakan seperti apa tahun 40-an, setting yang dibangun pasukan artistik “Sang Kiai” benar-benar membawa penonton masuk ke jaman itu, ketika Indonesia sedang dijajah oleh Jepang. Dari pemilihan lokasi yang memanfaatkan gedung-gedung kuno, penempatan kendaraan-kendaraan perang, hingga ke tata kostum. Dukungan artistik yang jempolan itu memang kemudian jadi daya tarik lebih dari film ini, membuat saya semakin nyaman menjelajahi kisah hidup KH Hasyim Asy’ari, ditambah penataan gambar,para aktor nya pun memerankan karaketernya cukup baik,dan saya sangat suka dengan aktor tokoh utama dari film ini yang diperankan  oleh Ikranagara yang menurut saya cocok dalam mendalami peran tersebut menarik pula berkat olahan sinematografi. Well, ya diakui “Sang Kiai” itu memang begitu mantap ketika memamerkan tetek-bengek teknisnya—termasuk juga tata suara dan scoring-nya yang kerap jadi tersangka utama yang membuat emosi saya terombang-ambing. Tapi ada “sayangnya…”.

Berbeda dengan “Sang Pencerah” yang begitu setia menceritakan Ahmad Dahlan, selaku tokoh utama di filmnya, tidak demikian dengan “Sang Kiai” yang di paruh keduanya malah melenceng kemana-kemana—terlalu banyak membagi porsinya dengan Harun yang dimainkan Adipati Dolken, padahal karakter yang menurut saya jam tampilnya bisa dipersingkat. Saya yang ingin sangat mengenal Pak Kiai Hasyim Asy’ari, memang punya banyak waktu untuk tahu lebih jauh sosoknya, tapi ketika melompat dari paruh pertama ke paruh kedua, karakter Harun selalu tiba-tiba memotong, dengan treatment karakter dan porsi cerita yang terbilang lebih nge-pop, dengan sisipan racikan romansa ala Rako. Padahal untuk porsinya Hasyim Asy’ari saja masih banyak yang perlu diceritakan, tapi yah pada akhirnya harus mengalah untuk mempersilahkan Harun menggalau dengan segala macam kegalauan-nya. Sayapun kurang puas dengan alur cerita yang tidak terlalu dalam mengenai kh hasyim asyari tersebut.

Film ini patut untuk direkomendasikan untuk semua kalangan usia, dari film ini dapat kita ketahui peran santri dalam melawan penjajah . Selain itu, kebiasaan dan perilaku teladan sang Kyai juga diperlihatkan walaupun hanya melalui hal-hal kecil. Kemampuan aktor dan aktris dalam mengekspresikan peran juga tidak diragukan, dengan beberapa penyesuaian menurut pada adat dan kebiasaan orang dulu. Namun tidak mustahil ada kekurangan pada film ini, pada menit-menit di akhir alur cerita seakan dipercepat dan beberapa peristiwa penting tidak dimasukkan sehingga menyebabkan  sedikit  kebingungan bagi penikmat film.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Budaya Indonesia Dan Filosofinya

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN