10 Budaya Indonesia Dan Filosofinya
10 Budaya Indonesia
Indonesia terkenal akan keragaman budayanya. Bahkan budaya Indonesia terkenal ke mancanegara. Bukan hanya terkenal namun telah diakui dunia. Nah kita sebagai generasi muda indonesia harus mengetahui budaya apa saja yang ada di indonesia berikut juga arti atau filosofi masing-masing budaya tersebut . Berikut 10 budaya beserta arti atau filosofi didalamnya :
1. Tari Kecak
Tari yang berasal dari bali ini, tergolong sendratari karena dari keseluruhan pertunjukan akan menggambarkan seni peran dari cerita pewayangan seperti tokoh Rama dan Sinta. Selain itu juga mempertontonkan kekebalan fisik para penarinya yang tidak terbakar api. Tari ini juga khusus digunakan untuk ritual keagamaan masyarakat Hindu di Bali. Tari Kecak menggunakan teriakan 'cak cak ke cak cak ke' sebagai musik pengiring. Oleh karena itulah tari ini disebut Tari Kecak.
2. Wayang
Wayang merupakan kesenian tradisional terkenal di Indonesia, khususnya pulau Jawa. Selain sebagai hiburan, Wayang memiliki makna filosofi dalam. Sehingga setiap orang mampu memetik hikmah dan pelajaran setiap pentas Wayang. Setiap Wayang dipentaskan, sama saja kehidupan manusia di muka bumi telah ditampilkan. Wayang secara filosofi berarti wewayanganing ngaurip (gambaran kehidupan di dunia). Wayang memberikan gambaran kehidupan manusia dengan segala permasalahan dan tantangan. Selain menyimpan makna estetika, Wayang memberi tafsir kehidupan masyarakat Jawa.
Wayang adalah seni pertunjukan yang dimainkan oleh seorang dalang dengan diiringi musik gamelan serta suara seorang pesinden. Kisah yang diceritakan dalam lakon pewayangan tentang Petruk, Semar, Bagong, dan Gareng.
3. Keris
Keris atau dalam bahasa Jawa disebut Tosan Aji, merupakan penggalan dari kata tosan yang berarti besi dan aji berarti dihormati. Jadi keris merupakan perwujudan yang berupa besi dan diyakini memiliki kandungan yang mempunyai makna harus dihormati, karena merupakan warisan budaya
nenek moyang yang bernilai tinggi.
Bagi masyarakat Jawa, keris memiliki nilai tertentu. Bukan sebagai klenik, melainkan sebagai filosofi dalam kehidupan. Makna filosofis yang terkandung dalam sebuah keris bisa dilihat mulai dari proses pembuatan hingga menjadi sebuah pusaka bagi pemiliknya.
keris pada dasarnya menunjukkan kemapanan seorang laki-laki Jawa. Sekaligus simbol diri dari pemiliknya serta simbol garis keturunan. “Keris bisa menjadi simbol status atau strata mulai dari petani, prajurit, kemudian petinggi sampai raja. Keris yang mereka miliki pasti berbeda. Itu menjelaskan, jumlah luk keris juga memiliki arti tersendiri. Misalnya, keris ber luk satu, sebagai simbol kesederhanaan. Luk tiga, sebagai simbol bahwa pemiliknya bersikap semeleh, berserah pada pemilik kehidupan.
4. Rumah Kebaya
Disebut dengan Rumah Kebaya karena bentuk atap yang menyerupai pelana yang dilipat dan apabila dilihat dari samping maka lipatan-lipatan tersebut terlihat seperti lipatan kebaya. Mereka membagi rumah untuk semi publik (umum) dan pribadi. Area semi publik terletak pada bagian depan seperti teras dan ruang tamu. Kedua ruangan tersebut bisa leluasa datang dan duduk. Sedangkan, untuk area pribadi terletak di belakang seperti ruang makan, kamar tidur, dapur, dan pekarangan belakang. Area ini hanya boleh dilihat oleh orang-orang dekat dari pihak pemilik rumah.
Kamar tamu, yang disebut paseban. Kamar ini didesain indah untuk menghormati tamu yang menginap.
Pintu diberi ukiran. Tepi atap diberi renda seperti kebaya. Jika tamu tidak ada, paseban ini juga bisa menjadi tempat ibadah.
Material Atap: Atap rumah ini menggunakan material genteng atau atep (daun kirai berbentuk anyaman). Konstruksi kuda-kuda dan gording (balok induk yang bertugas menahan elemen struktur rangka atap) menggunakan kayu gowok atau bisa juga menggunakan kayu kecapi.
Balok tepi, terutama di atas dinding luar menggunakan kayu nangka yang sudah tua. Kaso (balok kayu dibuat dengan ukuran 4cm x 6cm atau 5cm x 7cm yang berfungsi sebagai dudukan reng) dan reng (balok kayu dengan ukuran 2cm x 3cm atau 3cm x 4cm.
Reng menggunakan bambu tali, yakni bambu yang batangnya (setelah dibelah-belah) dapat dijadikan tali. Diameter bambu untuk kaso adalah 4cm. Sedangkan untuk reng adalah bambu yang dibelah.
Material dinding: material yang digunakan adalah kayu gowok atau kayu nangka. Material tersebut diterapkan pada dinding depan.
Selanjutnya dicat dengan dominasi warna kuning dan hijau. Dinding-dinding lainnya menggunkan bahan anyaman bambu dengan atau tanpa pasang bata di bagian bawahnya. Jika Anda lihat pada daun pintu atau jendela terdiri dari rangka kayu dengan jalusi horizontal. Jalusi adalah pintu yang memiliki lubang udara pada pintu yang membuat sirkulasi udara tetap terjaga dalam ruangan yang tertutup seperti kamarmandi. Jalusi horizontal tersebut diaplikasikan pada bagian atasnya atau pada keseluruhan daun pintu dan jendela.
Material pondasi: Pondasi rumah ini menggunakan batu kali dengan sistem pondasi umpak (pondasi rumah/tiang yang terbuat dari batu) yang diletakkan di bawah setiap kolom. Landasan dinding mengguanakan pasangan batu bata dengan kolon dari kayu nangka yang sudah tua.
Hiasan Rumah: Hiasan Rumah Kebaya memiliki ragam pada dinding yang fungsinya tidak hanya menjadi hiasan, tetapi juga dapat menutup lubang ventilasi pada dinding depan.
5. Motif Batik Parang dari Solo dan Yogyakarta
Mengutip dari jurnal Makna Motif Batik Parang sebagai Ide dalam Perancangan Interior (2019), batik parang menjadi salah satu motif batik yang cukup dikenal oleh masyarakat Solo dan Yogyakarta. Motif ini memiliki filosofi kehidupan manusia yang tidak pernah putus atau saling berkesinambungan. Selain itu, motif ini juga menggambarkan jika manusia harus mempunyai cita-cita yang luhur serta pendirian yang kokoh. Motif batik parang ini memiliki banyak jenisnya, seperti motif parang rusak, parang kusumo, parang barong, dan lain sebagainya.
6. Lagu Daerah Apuse
Asal Lagu: Papua
Makna: lagu rakyat Papua yang mengisahkan tentang seorang cucu yang hendak pamit kepada kakek-neneknya pulang ke pulau seberang, dan dengan berat hati direlakan.
7. Upacara adat Mitoni / 7 Bulanan
Mitoni atau acara tujuh bulanan usia kehamilan umum dilakukan pada masyarakat Jawa. Acara mitoni atau tingkeban, merupakan prosesi adat Jawa yang ditujukan pada ibu yang kandungannya mencapai usia tujuh bulan kehamilan
Mitoni, tingkeban, atau Tujuh bulanan merupakan suatu prosesi adat Jawa yang ditujukan pada wanita yang telah memasuki masa tujuh bulan kehamilan. Mitoni sendiri berasal dari kata “pitu” yang artinya adalah angka tujuh. Meskipun begitu, pitu juga dapat diartikan sebagai pitulungan yang artinya adalah pertolongan, di mana acara ini merupakan sebuah doa agar pertolongan datang pada ibu yang sedang mengandung. Selain mohon doa akan kelancaran dalam bersalin, acara mitoni ini juga disertai doa agar kelak si anak menjadi pribadi yang baik dan berbakti.
Acara mitoni terdapat beberapa ritual yang perlu dilakukan. Setiap prosesi mitoni ini memiliki filosofi dan makna tersendiri. Ladies, berikut ini adalah prosesi mitoni yang perlu kamu ketahui.
Siraman
Acara ini dilakukan untuk menyucikan secara lahir dan batin sang ibu dan calon bayi. Siraman dilakukan oleh tujuh orang bapak dan ibu yang diteladani dari calon ibu dan calon ayah. Dengan gayung batok kelapa, ibu dan bapak terpilih tersebut menyiram calon ibu dimulai dari saudara tertua di keluarga.
Acara Brojolan
Sang ayah akan meluncurkan dua cengkir dari balik kain yang dipakaikan sang ibu. Cengkir atau kelapa muda yang dipakai sebelumnya telah dilukis Dewi Kamaratih melambangkan bayi wanita jelita dan Dewa Kamajaya melambangkan bayi pria rupawan
Acara dilanjutkan dengan prosesi membelah cengkir, sebagai simbol untuk membukakan jalan si calom bayi agar lahir pada jalannya.
Pembagian Takir Pontang
Takir pontang adalah tempat makanan yang akan disajikan, yang terbuat dari daun pohon pisang dan janur dan dibentuk menyerupai kapal yang mempunyai maksud bahwa dalam mengarungi bahtera kehidupan harus menata diri dengan menata pikiriran karena laju perjalanan bahtera selalu pontang panting mengikuti gelombang kehidupan.
Hidangan yang sudah di letakan pada takir pontang pun diberikan sebagai suguhan dan ucapan terima kasih dibagikan kepada para sesepuh yang menghadiri upacara.
Jualan Dawet dan Rujak
Acara ditutup dengan prosesi jualan dawet dan rujak. Filosofi dari rangkaian acara ini adalah usaha sebagai calon orang tua untuk memenuhi kebutuhan anak kelak. Prosesi ini pun merupakan sebuah harapan agar si anak dapat mendapat banyak rejeki untuk dirinya dan juga bagi kedua orang tua mereka
8. Alat Musik Gamelan
GAMELAN mengandung filosofi :
G-A-M-E-L-A-N
G (Gusti),
A (Alloh),
M (Maringi, memberi),
E (Emut-ingat),
L (Lakonono, jalankan),
A (Ajaran),
N (Nabi).
Gamelan sendiri tidak hanya milik Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah, & D.I Yogkayarta), ada pula Gamelan Sunda dan Gamelan Bali. Masing-masing memiliki ciri yang sangat khas. Gamelan Jawa akan dimainkan lebih lembut, Gamelan Bali lebih nyaring, sedangkan Gamelan Sunda sangat khas dengan seruling, sudan, dan rebabnya.
Filosofi instrumen Gamelan Jawa Setiap instrumen yang ada untuk Gamelan Jawa memiliki makna yang berkaitan dengan kehidupan.
Instrumen tersebut antara lain:
Kendhang
Berperan sebagai pemimpin dalam permainan musik gamelan. Sebagai kendali irama cepat atau lambat. Pengambilan nama kendhang dari bunyi alat musik saat dimainkan. Kendhang sendiri memiliki filosofi “ndang” sebagai arti agar bersegeralah dalam beribadah kepada sang Maha Pencipta. Selain itu, arti lainnya adalah manusia harus segera melaksanakan aktivitas sesudah bengun pagi, dengan begitu rezeki akan datang padanya.
Bonang Barung dan Bonang Penerus
Bonang memiliki bunyi “nang” saat dimainkan. Bunyi tersebut diartikan sebagai setelah manusia lahir, manusia harus bisa berpikir dengan hati jernih, sehingga keputusan diambil penuh kesadaran.
Saron
Berasal dari Bahasa Jawa sero yang artinya keras. Instrumen ini terbuat dari bahan besi dan berbentuk seperti lesung kecil. Saron mengajarkan manusia agar senantiasa lantang dalam menyuarakan kebenaran.
Gender
Berasal dari gendera atau bendera sebagai simbol permulaan. Sebagai permulaan gending maupun sebagai permulaan kehidupan.
Gambang
Berarti seimbang dan jelas, menunjukkan adanya keseimbangan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Manusia juga harus jelas mengenai apa yang ingin dilakukan serta keseimbangan kebutuhan lahir dan batin.
Suling
berasal dari kata nafsu dan eling. Artinya adalah kita harus selalu ingat ( eling ) kepada Allah untuk mengendalikan nafsu kita.
DLL.
9. Gunungan Wayang
Gunungan dalam istilah pewayangan disebut Kayon. Kayon berasal dari kata Kayun. Gunungan mengandung ajaran filsafat yang tinggi, yaitu ajaran mengenai kebijaksanaan. Semua itu mengandung makna bahwa lakon dalam wayang berisikan pelajaran yang tinggi nilainya.
10. Pakian Adat Jawa
Busana adat Jawa yang kerap disebut juga dengan busana kejawen ini memiliki perumpamaan tertentu terlebih untuk orang asli Jawa yang mengenakannya. Baju Jawa penuh dengan piwulang sinandhi yang kaya akan ajaran tersirat yang berhubungan dengan filosofi Jawa. Untuk makna filosofis yang dimiliki adalah sebagai berikut:
Iket-Iket
Yang pertama adalah makna yang terkandung dalam tali kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi bentuk penutup kepala. Cara mengenakan iket tersebut adalah harus secara kencang dan kuat agar ikatan tersebut tidak mudah lepas. Sedangkan untuk masyarakat Jawa iket memiliki arti agar manusia yang mengenakannya memiliki pamikir atau pemikiran yang kencang dan kuat. Maksudnya tidak mudah terombang-ambing terlebih hanya karena faktor situasi maupun omongan orang lain tanpa dilakukan sebuah pertimbangan yang matang.
Udheng-Udheng
Filosofi dari pakaian adat Jawa yang kedua berasal dari udheng-udheng yang sama halnya dikenakan di bagian kepala. Meskipun wujudnya nyaris sama, namun udheng yang berasal dari mudheng ini memiliki arti mengerti dengan jelas. Dengan begitu, dengan memakai udheng berarti tersirat makna manusia akan memiliki pemikiran yang kokoh terlebih jika sudah memahami tujuan hidupnya. Makna lainnya adalah supaya manusia memiliki keterampilan serta bisa menjalankan pekerjaannya dengan pemahaman yang mumpuni karena didasari dengan pengetahuan.
Rasukan
Rasukan berarti manusia sebagai ciptaan dari Tuhan hendaklah memiliki sifat ngrasuk ataupun mengikuti sebuah jalan atau agama dan menyembah Tuhannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Benik
Mayoritas busana adat Jawa nampaknya tidak lupa menyematkan benik atau kancing. Seperti contoh beskap yang selalu dilengkapi dengan benik pada bagian kiri dan kanannya. Lambang yang ada dalam benik adalah segala tindakan yang dilakukan manusia hendaknya selalu diniknik. Diniknik berarti diperhitungkan dengan benar-benar cermat dan jangan sampai merugikan orang lain. Bukan hanya itu saja, namun juga harus bisa menjaga antara kepentingan pribadi dengan kepentingan kelompok ataupun kepentingan umum.
Sabuk
Sabuk merupakan jenis pakaian adat Jawa yang selalu dikenakan sebagai pelengkap busana adat. Cara mengenakan sabuk adalah dengan melilitkannya dibagian pinggang. Sabuk sendiri memiliki arti manusia yang mengenakannya akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan memastikan pekerjaan yang dilakukan harus menghasilkan.
Jarik
Jarik merupakan pakaian adat Jawa berwujud sebuah kain panjang yang dikenakan untuk menutupi tubuh hingga sepanjang kaki. Jarik sendiri berarti serik atau tidak mudah iri dengan orang lain. Karena sejatinya iri hati hanya akan membuat rasa emosional atau buru-buru dalam menanggapi segala permasalahan hidup.
Wiru
Wiru bisa dikatakan sebagai pasangan jarik. Karena ketika mengenakan jarik harus selalu dengan cara mewirunya pada bagian ujung dengan sedemikian rupa. Wiru atau wiron bisa dihasilkan dengan cara melipat-lipat ujung jari sehingga menghasilkan wujud wiru. Wiru sendiri terbuat dari kalimat wiwiren aja nganti kleru, dengan makna segala hal yang sedemikian rupa hingga menimbulkan keharmonisan dan rasa menyenangkan atau jangan sampai keliru.
Bebed
Bebed adalah sejenis kain menyerupai jarik yang dikenakan oleh laki-laki. Bebed adalah ubed yang bermakna tekun serta rajin dalam bekerja dan mencari rezeki.
Canela
Chanela dijabarkan dari chantelna jroning nala atau peganglah dalam hatimu dengan kuat. Canela berwujud seperti selop, cripu maupun sandal yang dikenakan pada kaki dan memiliki maksud supaya si pemakai senantiasa menyembah hanya di kaki-Nya secara lahir dan batin.
Curiga dan Rangka
Filosofi atau makna dari pakaian adat Jawa terakhir diwakili oleh curiga dan rangka yang berwujud wilahan atau bilahan yang ada dalam warangka atau wadahnya. Curiga dan warangka ini sendiri sebagai bentuk ciptaan yang menyembah Tuhan nya dalam sebuah hubungan kawula jumbuhing Gusti. Curiga yang letaknya berada di belakang memiliki arti ketika menyembah Tuhan, maka hendaknya manusia bisa ngungkurake godhaning setan yang selalu menggoda manusia untuk berbuat tidak baik.
Komentar
Posting Komentar